Akuntansi Perpajakan
Edisi 3
Sukrisno Agus | Estralita Trisnawati
Gambar : Lalmch
Beban pokok usaha Harga Pokok Penjualan (HPP) diakui menggunakan pendekatan kausalitas, yaitu mengaitkan beban secara langsung dengan penghasilan Oleh karena itu, HPP diakui pada saat persediaan itu dijual.
HPP dipengaruhi oleh sistem pencatatan dan penilaian persediaan. Menurut Weygandi, Kimmel dan Kieso (2011: 202-203), ada dua sistem yang dikenal dengan pencatatan persediaan, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem periodik
Dalam sistem periodik, persediaan dan HPP tidak dapat diketahui sewaktu-waktu. Persediaan dihitung dengan melakukan perhitungan fisik (stock opname) pada setiap akhir periode. Hasil penghitungan tersebut dipakai untuk menghitung HPP
2. Sistem perpetual
Sistem perpetual menyajikan informasi mengenai persediaan dan HPP setiap saat tanpa melakukan perhitungan fisik (stock opname).
Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem dapat menunjukkan kebenaran pencatatan maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya.
Menurut Wild dan Kwok (2011: 201-220), penilaian persediaan barang dagang dibagi atas berikut.
a. Specific Identification Method
b. Cost Flow Method First-in, First-out (FIFO) dan Average
c. Estimasi Persediaan → Gross Profit Method dan Retail Inventory Method cost
untuk Specific Identification Method. Gross Profit Method dan Retail Inventory Method telah dibahas dalam Bab 5 Persediaan.
Metode Masuk-Pertama dan Keluar-Pertama (FIFO)
Metode masuk pertama dan keluar pertama (First in First out-FIFO) ini berasumsi bahwa persediaan yang pertama kali dijual adalah persediaan yang pertama kali dibeli. Dengan demikian, biaya atas persediaan yang dibebankan sebagai HPP berasal dari persediaan yang dibeli pertama kali.
Metode Rata-Rata (Average-Cost)
Dalam metode ini, HPP ditentukan dari biaya rata-rata per unit untuk masing-masing persediaan setiap kali pembelian dilakukan. Menurut Pasal 10 ayat (6) UU PPh. penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung HPP menurut pajak hanya boleh dilakukan dengan metode FIFO dan metode average Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas. WP tidak diperkenankan menggunakan metode penilaian mana yang lebih rendah antara harga perolehan dengan harga pasar.
Contoh:
Perusahaan pada awal tahun 2011 mempunyai persediaan awal bahan baku sebanyak 1.000 unit dengan harga satuan Rp1.000. Selama tahun 2011 perusahaan membeli bahan baku sebagai berikut. 50.000 unit. 75.000 unit, 100.000 unit, dan 125.000 unit dengan harga per unit adalah sebesar Rp900. Rp1.000, Rp1 100, dan Rp1.200 Selama tahun 2011 perusahaan mengeluarkan bahan baku untuk produksinya sebagai berikut. 45.000 unit, 70.000 unit. 100.000 unit, dan 30.000 unit.
Besarnya bahan baku yang dipergunakan untuk proses produksi dan besarnya persediaan bahan baku akhir yang akan dicatat oleh perusahaan adalah sebagai berikut.
Metode FIFO
Metode Average
0 Post a Comment: