5 Oktober 2021

Perpajakan | Pembukuan/Pencatatan Bagi Wajib Pajak

Akuntansi Perpajakan
Edisi 3
Sukrisno Agus | Estralita Trisnawati

Gambar : jarmoluk

PERPAJAKAN

Definisi Pajak

Definisi pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut.

1) Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H.

Pajak adalah uran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal batik (kontraprestast) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

2) Prof. Dr. P. J. A Andriani

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan

3) Prof. Dr. MJH. Smeets

Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan. tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan secara individual maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Sedangkan pengertian pajak sesuai Pasal 1 angka 1 UU KUP menyebutkan bahwa "Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"

Dari beberapa definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: (a) pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; (b) dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah: (c) pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun daerah. (d) pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment, dan (e) pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak bujeter, yaitu fungsi mengatur.

Jenis Pajak

Pajak dapat dibagi menjadi beberapa menurut golongannya, sifatnya, dan lembaga pemungutnya.

1. Menurut sifatnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan oleh pihak lain dan menjadi beban langsung Wajib Pajak (WP) yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

2 Menurut sasaran/objeknya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang dilanjutkan dengan mencari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri WP Contoh PPh

b. Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objek tanpa memperhankan keadaan diri WP Contohnya: PPN, PPBM, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Meterai (BM)

3. Menurut pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

a. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah pusat. Contohnya: PPh. PPN. PPnBM, PBB, dan BM

b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah daerah Contohnya: Pajak Reklame, Pajak Hiburan, Pajak Hotel dan Restoran, dan Pajak Kendaraan Bermotor.

PEMBUKUAN/PENCATATAN BAGI WAJIB PAJAK

Pengertian Pembukuan/Pencatatan

Menurut UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 angka 29, pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban. modal, penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang/jasa. yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. Laporan keuangan tersebut wajib dilampirkan dalam penyampaian SPT tahunan sesuai dengan Pasal 4 ayat (4), (4a), (4b) UU KUP.

Sedangkan menurut UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 28 ayat (9), pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak yang bersifat final.

Kewajiban Pembukuan

Dalam UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 28 ayat (1) diatur bahwa Wajib Pajak (WP) orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan WP badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini dimaksudkan agar dengan melakukan pembukuan maka WP dapat menghitung besarnya pajak yang terutang. Selain dapat menghitung besarnya PPh maka besarnya pajak yang lain juga dapat diketahui.

Syarat menyelenggarakan pembukuan diatur dalam Pasal 28 ayat (3), (4), (5), dan (7) UU KUP adalah sebagai berikut.

1. Pembukuan haruslah diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan/kegiatan usaha yang sebenarnya (full disclosure).

2. Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia/dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.

3. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas (consistency) dan stelsel akrual atau stelsel kas

4. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak (DIP)

5. Pembukuan yang diselenggarakan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

6. Buku catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain, termasuk hasil pengelolaan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online, wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal WP orang pribadi, atau di tempat kedudukan WP Badan.

Namun ada pengecualian dalam penyelenggaraan pembukuan, hal ini diatur dalam Pasal 28 ayat (8) UU KUP jo PMK 196/PMK.03/2007 WP yang dapat melakukan pembukuan dalam bahasa asing (bahasa Inggris) dan mata uang selain rupiah (USD) yaitu: (a) WP dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan PMA: (b) WP dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi; (c) WP Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) yang beroperasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi: (d) BUT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh atau sebagaimana diatur dalam P3B terkait, dan (e) WP yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar Amerika Serikat adalah sebagai berikut.

a. WP harus mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, dengan mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kanwil paling lambat 3 bulan sebelum tahun buku dengan bahasa Inggris dan satuan mata uang dolar AS dimulai atau sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk bagian tahun pajak/tahun pajak pertama.

b. Permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri dengan:
• fotokopi SPT tahunan PPh badan tahun terakhir (WP yang telah berdiri lebih dari 1 tahun); dan
• fotokopi NPWP dan fotokopi Akta Pendirian atau dokumen lainnya yang serupa (WP BUT/WP yang baru berdiri dalam tahun berjalan).

Kepala Kanwil atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas. permohonan tersebut paling lama 1 bulan sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap Apabila lewat dari jangka waktu 1 bulan dan ternyata Kepala Kanwil belum memberikan keputusan maka permohonan tersebut dianggap diterima dan Kepala Kanwil atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian izin untuk menyelenggarakan pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan satuan uang dolar Amerika Serikat.

Menurut UU KUP Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 38-39, sanksi bagi WP yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan adalah penghitungan pajaknya akan dilakukan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan ditambah sanksi kenaikan sebesar 50% dari pajak yang kurang dibayar. Ada juga sanksi pidana bagi WP yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau menyelenggarakan pembukuan dengan tidak benar sehingga menimbulkan kerugian bagi negara. Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling sedikit 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang bayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang bayar.

Kewajiban Pencatatan

Sesuai dengan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 28 ayat (12) jo. PMK-197/ PMK 03/2007, kewajiban yang melakukan pencatatan adalah WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (yang peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4.8 miliar) dan WP orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Apabila WP orang pribadi menginginkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, maka WP orang pribadi tersebut harus memberitahukan kepada DJP dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak, maka WP orang pribadi tersebut dianggap melakukan pembukuan. Kewajiban pencatatan untuk WP orang pribadi ini diatur dalam SE-1/P1//2009 yang mulai berlaku. pada 1 Januari 2009

Syarat menyelenggarakan pencatatan adalah sebagai berikut.

1. Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia.

2. Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis.

3. Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal WP/tempat kegiatan usaha/pekerjaan bebas dilakukan selama 10 tahun.

4. Pencatatan harus dapat menggambarkan antara lain:

a. peredaran/penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang diterima dan/atau diperoleh, dan
b. penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.

5. WP yang mempunyai lebih dari 1 jenis usaha dan/atau tempat usaha, maka pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau tempat usaha yang bersangkutan.

6. WP yang diwajibkan menyelenggarakan pencatatan diharuskan menyelenggarakan pencatatan atas aset dan kewajiban.

banner
Previous Post
Next Post

0 Post a Comment: