12 Oktober 2021

Persediaan

Akuntansi Perpajakan
Edisi 3
Sukrisno Agus | Estralita Trisnawati

Gambar : icondigital

AKUNTANSI

Definisi Persediaan

Dalam SAK-ETAP yang diatur oleh IAI (2009: 52), persediaan adalah aset untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam proses produksi untuk kemudian dijual, atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pembelian kerja. Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa persediaan merupakan aset yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam perusahaan dagang maupun dalam perusahaan manufaktur yang membutuhkan proses produksi.

Menurut Weygandt, Kimmel dan Kieso (2011: 200-201), aktivitas perusahaan dagang adalah untuk menghasilkan pendapatan yang digunakan untuk membeli barang dagangan yang kemudian dijual kembali kepada pelanggan. Pendapatan dari barang dagang yang telah dijual dilaporkan sebagai penjualan (sales). Sedangkan beban dari membeli barang dagang tersebut dilaporkan sebagai Harga Pokok Penjualan-HPP (Cont of Goods Sold-COGS) HPP dikurangkan dari penjualan untuk memperoleh laba bruto (grois profit) Menurut Wild dan Kwok (2011: 157-158), biaya angkut dibagi 2 (dua) yaitu sebagai berikut

1. FOB Destination, di mana biaya angkut dibayar oleh penjual dan kepemilikan barang dagang berpindah pada saat barang telah sampai di gudang pembeli.

2. FOB Shipping Point; di mana biaya angkut dibayar oleh pembeli dan kepemilikan barang dagang berpindah pada saat barang sampai di pelabuhan atau barang sampai di perusahaan pengangkut (carrier).

Biaya angkut yang dibayar oleh pembeli akan menambah HPP yang dibeli Sedangkan, biaya angkut yang dibayar oleh penjual akan dicatat dalam "beban operasional" pada Laporan Laba Rugi.

Apabila pembeli merasa tidak puas dengan keadaan barang dagangan yang dibelinya karena barang tersebut rusak atau cacat atau tidak sesuai dengan pesanan sehingga pembeli mengembalikan barang tersebut, maka hal i akan dicatat dalam akun retur pembelian (purchase return). (Wild dan Kwok, 2011: 156-157) Sebaliknya, ketika pembeli mengembalikan barang dagang yang dibelinya kepada pihak penjual maka atas transaksi tersebut oleh penjual dicatat dalam akun retur penjualan (sales return). (Wild dan Kok, 2011 160-161).

Sedangkan, menurut Wild dan Kwok (2011: 155-156), akun diskon pembelian (purchase discount) adalah untuk transaksi pembelian yang dilakukan secara kredit di mana pembeli melakukan pembayaran dalam jangka waktu tertentu sehingga pembeli mendapatkan potongan harga dan penjual dapat dengan segera mengonversi piutang usaha menjadi kas ataupun bank. Demikian juga sebaliknya (Wild dan Kwok, 2011:159) akun diskon penjualan (sales discount) dicatat apabila potongan penjualan yang diberikan pihak penjual untuk pembayaran yang segera dilakukan oleh pembeli, sebesar nilai jual yang tertera dalam faktur setelah dikurangi dengan retur.

Jenis Persediaan

Pengadaan barang oleh usaha perdagangan seperti pasar swalayan dan grosir, dimaksudkan untuk dijual kembalt, sedangkan pengadaan oleh usaha manufaktur dimaksudkan untuk diolah menjadi barang jadi sebelum dijual. Usaha manufaktur biasanya mempunyai 5 (lima) jenis persediaan, yaitu sebagai berikut.

a. Bahan baku dan bahan pelengkap

Biaya perolehan bahan baku (raw material) terdiri atas harga pembelian, ongkos angkut, biaya gudang, dan biaya lain-lain yang berhubungan dengan penyimpanan sampai bahan tersebut dipakai dalam produksi Bahan baku masih dapat digolongkan ke dalam bahan baku langsung dan bahan pembantu. Bahan baku langsung adalah bahan-bahan yang dapat diidentifikasi langsung dalam produk, misalnya bahan kayu untuk pembuatan lemari. Bahan baku pelengkap adalah bahan yang tidak dapat diidentifikasikan dalam produk. seperti minyak pelumas dan kertas amplas. Bahan tersebut secara fisik tidak terlihat dalam produk.

b. Barang dalam pengolahan

Barang dalam pengolahan (work in process) adalah barang yang masih dalam tahap penyelesaian. Untuk menyelesaikan produk tersebut, perusahaan masih memerlukan tambahan pekerjaan sehingga membutuhkan biaya tenaga dan biaya tidak langsung lainnya.

c. Barang jadi

Barang jadi (finished goods) adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dijual. Semua biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya tidak langsung telah selesai dibebankan. Persediaan meliputi barang-barang yang ada dalam perusahaan. dalam perjalanan atau yang dititipkan kepada pihak lain. Barang-barang yang tidak dapat lagi dijual atau digunakan untuk produksi tidak digolongkan ke dalam persediaan Persediaan semacam ini dimasukkan sebagai bagian aset lain-lain.

d. Barang dalam perjalanan

Barang dalam perjalanan (goods in fransar) adalah barang yang dikirimkan atas dasar FOB Shipping Point yang masih berada dalam perjalanan pada akhir periode akan menjadi milik pembeli dan harus diperhitungkan pada catatan pembeli. Apabila tidak diperhitungkan maka persediaan dan utang usaha akan terlalu rendah dicatat dalam neraca serta pembelian dan persediaan akhir akan terlalu rendah dicatat dalam laporan laba rugi.

e. Barang konsinyasi

Barang konsinyasi (consigned goods) adalah barang yang telah diserahkan kepada consignee tetapi merupakan kepemilikan dari consignor dan dimasukkan dalam persediaan consignor sebesar harga beli atau biaya produksi. Consigned goods akan diungkapkan dalam catatan tersendiri. Consignee harus hati-hati agar tidak memasukkan setiap barang konsinyasi sebagai bagian dari persediaan.

Sistem Pencatatan Persediaan

Menurut Weygandt, Kimmel, dan Kieso (2011: 202-203), ada dua sistem yang dikenal dalam pencatatan persediaan, yaitu sistem periodik dan sistem perpetual. Berikut ini akan dibahas secara singkat.

Sistem Periodik

Dalam sistem periodik, setiap pembelian dicatat dalam akun "Pembelian dan penjualan dicatat dalam akun "Penjualan". Perusahaan tidak mencatat secara detail harga pokok dari persediaan barang dagang yang dimiliki. Perusahaan menentukan HPP hanya pada saat akhir periode akuntansi dengan rumus:

Persediaan Awal + Pembelian (neto)- Persediaan Akhir = Harga Pokok Penjualan.

Persediaan dihitung dengan melakukan penghitungan fisik pada setiap akhir periode Hasil penghitungan tersebut dapat dipakai untuk menghitung HPP yang pada gilirannya dipakai guna menyusun laporan keuangan. Dengan sistem periodik ini penghitungan persediaan dapat dilakukan dengan akurat dan benar.

Namun ada juga kelemahannya, yaitu apabila jumlah dan jenis persediaan banyak sekali, cara ini sangat mahal. Sistem ini cocok diterapkan pada perusahaan yang jenis dan jumlah persediaannya tidak banyak. Sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan karena penilaian persediaan dalam sistem ini berdasarkan perhitungan yang benar. Faktor penaksiran atau perkiraan tidak terlihat dalam penilaian persediaan akhir Akan tetapi, cara ini tidak praktis dan ekonomis apabila jumlah jenis persediaan sanga banyak.

Sistem Perpetual

Sedangkan dalam sistem perpetual, setiap pencatatan dilakukan secara terus menerus di mana setiap pembelian dan penjualan barang dagang dicatat dalam akun "Persediaan Perusahaan mencatat secara detail harga pokok dari setiap persediaan barang dagang yang dijual dan dibeli. Perusahaan menentukan HPP setiap kali transaksi penjualan terjadi.

Sistem ini dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan HPP secara terus-menerus tanpa penghitungan fisik. Hal ini dapat dilaksanakan karena setiap transaksi yang berhubungan dengan persediaan selalu dicatat sedemikian rupa sehingga akun persediaan senantiasa menyajikan saldo persediaan secara fisik.

Dengan sistem periodik, nilai persediaan hanya dapat diketahui apabila perhitungan fik dilakukan Sekalipun dalam sistem perpetual tidak dipersyaratkan penghitungan fisik (stock opname), perusahaan sering pula melakukannya untuk pengawasan persediaan dan agar perhitungan HPP lebih akurat. Perhitungan fisik akan dibandingkan dengan catatan perusahaan, apabila terjadi perbedaan haruslah dikoreksi dan dicari penyebab terjadinya perbedaan tersebut.

Sistem Penilaian Persediaan

Menurut Wild dan Kwok (2011-201-220) penilaian persediaan barang dagang dibagi atas:

A. Specific Identification Method

B. Cost Flow Method First in, first-out (FIFO) dan Average-cost (dibahas dalam bab 14)

C. Estimasi persediaan → Gross Profit Method dan Retail Inventory Method

Specific Identification Method

Menurut Wild dan Kwok (2011-201-202), metode ini digunakan dengan cara mengidentifikasikan setiap barang yang dijual dan setiap barang dalam akun persediaan Biaya barang-barang yang telah terjual dimasukkan dalam HPP, sementara biaya barang yang masih ada dimasukkan pada persediaan. Metode ini dapat diterapkan pada situasi yang melibatkan sejumlah kecil item berharga tinggi dan dapat dibedakan Contoh:  perhiasaan, mobil, dan furniture Metode ini menandingkan arus biaya dengan arus fisik barang. Namun, metode ini memiliki kelemahan, yaitu perusahaan dapat memanipulasi laba neto dan biaya-biaya yang terjadi dialokasikan secara arbiter.

Gross Profit Method

Akuntan, auditor dan manajer sering menggunakan metode ini untuk menguji kewajaran nilai persediaan akhir. Selain itu juga dapat untuk mendeteksi kesalahan yang besar dalam menilai persediaan akhir Tetapi, metode ini tidak seharusnya digunakan untuk menyiapkan laporan keuangan pada akhir tahun.

Retail Inventory Method

Metode ini sering dipakai oleh peritel, seperti pasar swalayan dan toserba, untuk menaksir nilai persediaan guna penyusunan laporan perhitungan laba rugi atau untuk menentukan apakah terjadi kekurangan persediaan. Anggapan yang dipakai dalam metode ini ialah bahwa perbandingan (rasio) biaya terhadap harga ritel barang yang tersedia dijual selama satu periode. Syarat yang perlu dipenuhi agar metode ini dapat dipakai adalah adanya i catatan harga jual dan ritel setiap barang yang dibeli.

Dalam SAK-ETAP (2009:52-57) diatur mengenai persediaan, yaitu sebagai berikut :

Ruang Lingkup

Persediaan adalah aset:

a) untuk dijual dalam kegiatan usaha normal.

b) dalam proses produksi untuk kemudian dijual, atau

c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Tidak termasuk persediaan dalam proses dalam kontrak konstruksi dan elek tertentu.

Pengukuran

Biaya perolehan persediaan mencakup seluruh biaya pembelian biaya konversi dan biaya lainnya

Biaya pembelian harga bel, bea masuk, pajak lainnya, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. Diskon dagang, potongan dan lainnya yang serupa dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian.

Biaya konversi biaya tenaga kerja langsung dan overhead produksi tetap serta variabel yang timbul dalam mengonversi bahan menjadi barang jadi Alokas overhead produksi tetap didasarkan pada kapasitas fasilitas produksi normal, sedangkan overhead produksi variabel dialokasikan pada unit produko atas dasar penggunaan aktual fasilitas produksi.

Biaya konversi produk bersama (joint product) yang mempunyai produk utama (main product) dan produk sampingan (by product) dialokasikan dengan dasar yang rasional dan konsisten

Pengakuan

Persediaan diakui sebagai beban penode pada saat pendapatan terkait diakui.

Penurunan nilai

Penurunan nilai persediaan diakui sebagai beban pada saat terjadinya dan setiap tanggal neraca dilakukan pengujian.

Pengungkapan

Entitas harus mengungkapkan:

a) kebijakan akuntansi yang diterapkan untuk mengukur persediaan;

b) total jumlah tercatat persediaan;

c) jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode;

d) jumlah penurunan nilai persediaan dan pemulihannya yang diakui dalam laba rugi

e) jumlah tercatat persediaan yang diagunkan.

PERPAJAKAN

Dalam UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 sistem pencatatan persediaan tidak diatur secara jelas. Selama sistem pencatatan tersebut dapat menunjukkan kebenaran pencatatan. konsisten, dan taat asas maka ketentuan perpajakan dapat menerimanya

Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitung nilai persediaan, bahkan pemeriksaan masih digunakan sebagai pelengkap. Dengan demikian, sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Cara yang tidak sesuai dengan prinsip perpajakan adalah apabila persediaan dinilai berdasarkan penaksiran atau perkiraan.

Apabila contoh penilaian pemakaian persediaan yang diuraikan pada penjelasan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 10 ayat (6) diperhatikan, maka sistem pencatatan yang diperkenalkan adalah sistem pencatatan perpetual. Atas dasar pertimbangan itulah dalam pedoman penyusunan laporan keuangan fiskal ditegaskan agar pencatatan sedapat mungkin dilakukan dengan sistem perpetual Akan tetapi untuk hal-hal tertentu yang karena sifatnya mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem perpetual seperti pasar swalayan dan sistem lain dapat digunakan

Penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan HPP hanya boleh dilakukan dua cara menurut ketentuan perpajakan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 10 ayat (6), yaitu Metode rata-rata (average), atau Metode mendahulukan persediaan yang didapat pertama (First In First Out atau FIFO). Pemilihan metode tersebut harus dilakukan secara taat asas, artinya sekali WP memilih salah satu cara penilaian pemakaian persediaan untuk penghitungan HPP. maka untuk selanjutnya harus digunakan cara yang sama.

Metode rata-rata mudah diterapkan, objektif dan tidak dapat dimanfaatkan untule memanipulasi laba. Dalam metode FIFO, perusahaan juga tidak dapat memanípulasi laba, dan mendekatkan nilai persediaan akhir dengan biaya berjalan. Tetapi kelemahannya yaitu biaya berjalan tidak dapat ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba rugi.

Ketentuan perpajakan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PhKP) harus berdasarkan data yang benar dan bukan berdasarkan penaksiran. Penilaian persediaan akhir tidak boleh dihitung dengan asumsi seperti penggunaan metode Gross Profit Method dan Retail Inventory Method, melainkan sesuai dengan penilaian persediaan dengan dasar harga perolehan melalui metode average atau metode FIFO.
banner
Previous Post
Next Post

0 Post a Comment: