9 Maret 2022

Akibat Apabila Tidak Atau Telat Membayar Dan Penundaan Pembayaran Wajib Pajak

Pajak merupakan salah satu kewajiban dari masyarakat Indonesia untuk memberikan sejumlah uang kepada negara untuk kepentingan umum seperti pembangunan infrastuktur, menolong rakyat yang kurang mampu, dan kebutuhan negara lainnya. Terdapat beberapa macam pajak yang berlaku di Indonesia diantaranya adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).


Di Indonesia sistem pemungutan pajak yang dilakukan pada PPh adalah dalam self assessment diman Wajib Pajak (WP) berkewajiban untuk memotong, menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya ke negara.  Masyarakat yang telat melapor dan membayar pajaknya akan dikenakan sanksi berupa denda sesuai dengan undang – undang perpajakan yang berlaku. Berikut adalah sanksi atas keterlambatan lapor pajak:

1. Telat lapor SPT Masa PPN akan dikenakan denda sebesar Rp500.000;
2. Telat lapor SPT Masa jenis pajak lainnya (selain PPN) dikenakan denda sebesar Rp100.000;
3. Telat lapor SPT Tahunan PPh orang pribadi akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp100.000;
4. Telat lapor SPT Tahunan PPh badan akan dikenakan sanksi denda sebesar Rp1.000.000.

Ketentuan tersebut juga akan berlaku bagi WP yang sama sekali tidak melakukan pelaporan pajak. Pihak yang berwenang telah menetapkan batas waktu pelaporan PPh tahunan bagi WP orang pribadi adalah 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak atau tanggal 31 Maret sedangkan untuk WP badan adalah 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak atau tanggal 30 April. Dalam hal terjadi pelanggaran atas pembayaran pajak maka terdapat berbagai macam sanksi yang dapat dikenakan kepada WP yaitu sanki administrasi, bunga, denda, kenaikan, dan pidana.

Namun apakah terdapat mekanisme apabila WP tidak dapat melakukan pembayaran dalam batas waktu yagn telah ditentukan? Sejak beberapa tahun yang lalu terdapat instrumen hukum Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 tentang Tatacara Pemberian Angsuran Atau Penundaan Pembayaran Pajak. Dasar  hukum tersebut dapat digunakan bagi WP apabila ingin mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan alasan WP mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan diluar kekuasanaannya (force majeure). Jenis pajak yang dapat dilakukan permohonan penundaan atau pengangsuran menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-38/PJ/2008 adalah:

Pajak yang masih harus dibayar dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Jatuh tempo pembayan pajak seperti ini sebenarnya adalah 1 (Satu) bulan sejak tanggal diterbitkannya produk hukum tersebut. Dengan mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran pajak atas produk hukum pajak ini, maka Wajib Pajak mempunyai peluang menolong likuiditas arus kasnya; dan

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan atau biasa disebut PPh Pasal 29. Pembayaran PPh Pasal 29 (jatuh tempo pembayaran) sendiri  harus dilunasi sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan tetapi tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Pada umumnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan adalah 30 April dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 31 Maret tahun berikutnya. Pajak yang diajukan permohonan untuk ditunda pembayarannya di atas, selanjutnya akan disebut sebagai utang pajak pada bagian berikutnya.

Pada masa Pandemi ini pemerintah juga telah melakukan beberapa tindakan untuk meringankan WP dalam hal kewajiban perpajakannya. Pemerintah telah memperpanjang batas pelaporan Pajak tahun 2019 bagi orang pribadi yang awalnya 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020 tanpa dikenakan sanksi. Kemudian Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020 (PMK 23/2020) telah memberikan insentif pajak bagi WP yang terdampak wabah virus Corona ini. PMK 23/2020 ini memberikan 4 (empat) insentif terkait perpajakan khususnya terkait dengan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dalam masa sulit ini Pemerintah memberikan kelonggaran terhadap sistem perpajakan agar WP tetap dapat bertahan melewati Pandemi ini. Namun selain dukungan dari Pemerintah, WP juga diharapkan dapat membuat suatu strategi tertentu dalam menghadapi fenomena Pandemi ini.

Reposted from : Legalku

banner
Previous Post
Next Post

0 Post a Comment: